UA-153487531-1 Am I a Terrorist? - Aini Aziz

Am I a Terrorist?

Awal bulan lalu, saya mengikuti sebuah liqa' (pertemuan) penting. Pertemuan semi rahasia sebab tidak semua orang tahu tentang pertemuan ini. Pertemuan sarat dengan sebuah misi. Misi damai untuk dunia, karena kita semua masih berada di dunia ini.

Adalah Elfira Syuhada, beliau seorang jurnalis muda yang tahun lalu baru saja melesaikan studinya di Universitas Islam Negeri Ar Raniry - Aceh, yang menjadi MG (Master of Ghatering: istilah asing) dalam pertemuan ini. MG dalam istilah lokal merupakan singkatan dari Maha Guru. Lho! kok Maha Guru? Ya, jelas, sebab beliau menjadi guru untuk kami yang telah menjadi mahasiswa.

Selayaknya seorang guru, tentunya ada banyak hal yang beliau ajarkan. Konsentrasi lebih spesifik tertuju pada pembahasan mengenai dunia literasi dan jurnalistik. Ada banyak poin penting yang harus dicatat; mengenai asal muasal terbentuknya literatur, dunia jurnalistik, pencetusnya, hingga besarnya dampak dari media yang telah terbentuk.

Kelas menulis di Rumah Cahaya. Tema; Jurnalisme islami


Berkisah, hal yang hari ini kita kenal dengan istilah jurnalistik, pertama sekali terjadi pada masa kerajaan nabi Sulaiman. Dimana kala itu beliau mengutuskan seekor burung untuk mengantarkan surat delegasi kepada sebuah negeri kaya raya yang dipimpin oleh seorang wanita. Negeri itu bernama Saba dan penguasanya bernama Balqiz. Burung Hud-Hud (sejenis burung pelatuk) telah menjadi pengantar berita yang baik hingga kemudian Ratu Balqis memeluk islam dan menyatukan kerajaanya dengan Nabi Sulaiman. Kisah ini dapat kita temukan di Al Qur'an Surat An Naml ayat 20 -31.  Raja Sulaiman akhirnya menikah dengan Ratu Balqis. Romantisme penaklukan sebuah negeri dan penaklukan hati wanita pemilik negeri. Ini sangat indah, bukan?

Perkenalkan, ini burung Hud-Hud

Lanjut, Syuhada menjelaskan tentang pers islami, bahwa pertama pemegang profesi sebagai jurnalis adalah para nabi. Pers bermula saat wahyu Allah diturunkan. Allah mengajarkan manusia melalui seorang nabi yang diangkat menjadi rasul bagi ummatnya. Berita tentang tata cara penghambaan, perundang-undangan negara, bahkan sampai tatananan kehidupan sehari-hari pun telah diajarkan oleh Allah melalui utusan-Nya.

Di sisi lain, kenapa pers hari ini menjadi sangat tidak berpihak kepada islam, hal ini bisa saja disebabkan oleh lemahnya semangat kaum muslimin dalam melanjutkan estafet dakwah, sehingga pihak sebelah yang bertentangan dengan islam mengambil alih fungsi dari dunia jurnalistik untuk menyebarkan ide-ide mereka. 

Hari ini, media berperan penting terhadap kontrol sosial. Media cetak, media online dan apa pun jenisnya adalah wadah untuk mengajak (meneror) manusia. Bisa mengajak kepada kebaikan, juga bisa mengajak kepada kejahatan. Betapa tidak, berita dari media merupakan iklan yang dinikmati oleh semua orang, semua kalangan.  Jika pemegang kendali ini memiliki pemikiran buruk maka ia akan senantiasa menyajikan hal yang buruk. Seorang pembenci islam tentu saja tidak akan pernah menyampaikan hal-hal yang mengindahkan islam. Mereka akan mencari titik lemah dan sisi buruk dari seorang muslim untuk dipublish, agar islam terlihat buruk dan bobrok. 

Contoh kasus; jika ada seorang muslim memperjuangkan hak negerinya selayak yang dilakukan oleh rakyat Palestina, maka yang dianggap pembuat onar itu adalah muslim, muslim di-judge teroris sebab berani menentang kezaliman para teroris kejahatan. Ah, ngeri juga bicara begini. Nanti saya dituduh ekstrimis.

Kembali ke pertemuan semi rahasia yang kini telah tidak rahasia sama sekali, sebab saya sudah menceritakannya di sini kepada anda. Jadi, saya diberi tugas untuk meneror Helka Pratiwi agar rajin menulis. Apa saja, bahkan status di akun Facebook-nya. Saya kerap mengingatkan dia untuk update bila dia lupa. Sebaliknya dia juga harus meneror saya, untuk rajin menulis. Saya rasa Helka tidak akan terbebani dengan amanah ini. Justru saya yang merasa harus banyak mengontrol diri. Sebab dalam kontrak kami, saya telah berjanji untuk tidak menulis hal yang tak bermanfaat. Sebaik baik perbuatan adalah meneror saudara kita untuk terus melakukan kebaikan dan meninggalkan kejahatan. 



5 Responses to "Am I a Terrorist?"

  1. Terus siapa yang mau meneror saya..? Toloooong i really need a terorist...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Icha diteror sama abang tu saja, sayang..! ;) :*

      Hapus
    2. Yuhuhuhu... nnti abang th bilang, i am not a terrorist. 😉😄😄

      Hapus
    3. Yuhuhuhu... nnti abang th bilang, i am not a terrorist. 😉😄😄

      Hapus
    4. Hahaha.. Dia pecinta sejati, bukan peneror. :D

      Hapus

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel