Aku adalah Bapak dengan Tiga orang anak
Jarum
jam sudah menunjuk ke pukul dua kurang sepuluh menit, hidangan sederhana sudah
siap diatas meja, suasana panas matahari menerobos masuk melalui sela sela
lubang ventilasi sehingga menerangi setiap sudut sudut rumah, suasana panas
terik membuat gerah para penunggu, sebenarnya yang ditunggu bukan tamu luar
daerah atau tamu yang jarang kerumah melainkan Abang yang sedang pergi jum'at,
ini sudah menjadi tradisi keluarga bahwa orang rumah akan makan siang bersama
Abang setelah iya pulang dari mesjid.
Terdengar
suara kendaraan semakin mendekat dan sudah memasuki halaman rumah, segera saja Usnul
(anak yang paling bungsu) berlari kecil kearah jendela yang dekat dengan pintu,
disana bagaikan tempat pengintaian dimana semua orang yang datang diperhatikan
terlebih dahulu dan dipastikan siapa yang datang baru kemudian dibukakan pintu,
maklumlah dirumah ini hanya dihuni oleh seorang ibu yang sudah paruh baya dan
empat orang anaknya yang perempuan serta seorang anak laki laki yang mereka
panggil dengan sebutan Abang dan jarang ada dirumah kerena pergi bekerja,
mereka akan mempersilahkan ibu saja yang menghadapi tamu jika yang datang itu
adalah ajnabi yang tidak dikenal.
yaa,,
Abang datang,, seru si Usnul dengan
suara agak keras hingga terdengar ke dapur, segera saja dia bukakan pintu
dengan wajah yang tersenyum riang, Abang masuk dan segera menuju ke arah dapur
karena tahu ada beberapa orang lainnya sedang menuggu kehadiran, segera tudung
saji dibuka dan masing masing mengambil tempatnya, Abang memulai pembicaraan
dengan meminta maaf karena hari ini agak terlambat sampai dirumah berbeda dari
hari jum'at sebelumnya dan kemudian bertanya "inginkah aku ceritakan
kepada kalian tentang sebuah keluarga?", masing masing dara melihat satu
sama lainnya seakan heran kenapa hari ini begitu beda,, Abang pulang terlambat
dan tiba tiba ingin membicarakan orang lain, bukankah biasanya iya justru
melarang keras kita membicarakan orang lain, atau Abang tadi sepulang dari
mesjid sempat bergosip dengan orang yang berjumpa dengan nya, bukankah biasanya
ia selalu menceritakan nasihat nasihat dari isi khutbah jum'at yang
didengarnya.. banyak sekali tanda tanya pada masing masing dara namun demikian
mereka mencoba untuk lebih tenang dan berbaik baik sangka, "baiklah kata
ibu, kami akan mendengarkan (agar suasana tetap tenang).
Adalah seorang Bapak pada sebuah
keluarga, ia memiliki tiga orang anak (Abang mulai mengisahkan cerita nya). Anak
pertama bernama Maal, dia begitu tampan dan mempesona, siapapun yang menatap
keindahannya akan terpukau, dia selalu dibicarakan oleh orang orang sekitar dan
si Bapak selalu memberikan perhatian yang baik untuknya, bapak itu begitu
menyayanginya, mencurahkan banyak waktu untuk memperhatikannya siang malam dia
memikirkan mengingat dan bersusah payah untuk menjumpai anak pertamanya,
sekalipun dihadang hujan dan dibakar terik iya tetap berupaya untuk mengunjungi
Maal tanpa rasa lelah dan ini dilakukannya karena cinta, cinta Bapak pada anaknya.
Anak
kedua sang bapak bernama Al (Abang melanjutkan cerita dengan perlahan dan
masing masing mendengar dengan khitmat sekalipun belum tahu cerita ini berasal
dari mana dan tujuannya apa). Sebagaimana anak pertama si Bapak juga
memperlakukan Al dengan sangat baik karena anak ini adalah kebahagiaan dan
kebanggaan dirinya, setiap acara acara penting si Bapak selalu mengajak Al ikut
bersama nya untuk menemaninya, menghabiskan hari hari libur untuk bersenang
senang dan membahagiakan Al, mengukir senyum senyum bahagia dan suka cita dan
riang tawa bersama, sulit sekali dia melupakan Al dalam setiap aktivitas nya,
bahkan dia akan sangat berberat hati jika ditugaskan untuk bekerja keluar
daerah beberapa hari karena enggan untuk meninggalkan Al.
Sementara
anak yang ketiganya adalah anak yang memiliki banyak kekurangan dan Bapak tidak
begitu menyayanginya, dia bernama ‘Abid. Sosok yang begitu tidak diperhatikan
dan sangat tidak beruntung karena dia cacat, Dia tidak memiliki mata yang sempurna
dapat melihat betapa indahnya penglihatan, dia tidak memiliki telinga yang baik
untuk mendengarkan betapa sedapnya pendengaran, dia dungu dan gagap dalam
berbicara. dia selalu asing bagi Maal dan Al, dia adalah pribadi yang tersisih
dari kasih sayang si Bapak, waktu berkunjung padanya adalah waktu waktu sisa,
yang hanya sebentar saja, tanpa sempat bermanja manja, dia selalu dijumpai
dalam kondisi Bapak sedang tergesa gesa, bahkan terkadang ketika berkunjung
padanya pun hati Bapak tidak untuknya melainkan untuk Al dan Maal,, ah betapa
malangnya ‘Abid dengan segala kemalangan hidupnya, dia bahkan sangat merindukan
kasih sayang Bapak sebagimana yang diperoleh Mal dan Al, seakan iya menangis
tanpa deraian air mata, dia ingin menyeru dalam ruang tanpa suara, dia begitu
menderita dalam ada yang dianggap tiada,, betapa malangnya ‘Abid.
Suatu
hari si Bapak mendapat selembar surat pangilan dari Mahkamah secara tiba tiba
dan mendadak, Bapak tidak tahu atas alasan apa dan perkara apa yang akan
dihadapinya, Bapak begitu gelisah dan seluruh tubuhnya dibanjiri dengan
keringat dingin hingga setiap bulu dibandanya basah, matanya sayu dalam
kecemasan, rawut wajahnya tegang, kemudian dia ingat pada Maal, segera saja dia
tergesa gesa berlari dan menjumpai Maal untuk meminta bantuan Mall dalam
perkara ini, untuk menjumpai Mahkamah dan menemaninya menghadapi persoalan,
ternyata apa yang terjadi,, Maal justru berkata “Maaf Bapak saya tidak bisa
bantu, saya sedang sibuk mempersiapkan kebahagiaan kebahgiaan dan saya tidak
mungkin akan mengikuti mu, betapa terenyuh hati si Bapak ternyata yang
dicintainya dengan segenap jiwa dan raga tak sedikitpun mencintainya,, dia pun
pulang dengan hati yang sangat tersiksa.
Berlanjut
Bapak ingat pada Al, yaa,, barangkali dia akan mendapatkan ketenangan dengan
menjumpai Al, segera saja dia arahkan perjalanannya untuk menjumpai Al,
sesampai dihadapan Al dia bercerita tentang surat dari Mahkamah untuknya yang
tiba tiba dan iya tidak tahu perkara apa yang akan dihadapinya,, Al kemudian
menjawab “Bapak,,,, aku hanya akan mengantarkanmu ke depan Gedung, maaf karena
aku tidak dapat ikut membantumu karena aku banyak sekali urusan ku sendiri untuk ku kerjakan disini”,
si Bapak menghela nafas panjang dan lagi lagi bagai terkena palu godam besar
yang menghantam hatinya dan dia begitu kecewa pada Maal dan Al, betapa cinta
yang iya curahkan siang dan malam ternyata hanya membuahkan penyesalan bak susu
dibalas dengan air tuba, seakan empedu dihatinya telah pecah, iya begitu
dirudung kekesalan dan kecewa, dan dia pun pulang dengan membawa begitu banyak
penyesalan.
Tiba
tiba Bapak ingat pada ‘Abid yang sudah lama tidak dikunjunginya, tidak banyak berharap
bahwa ‘Abid akan membantunya karena dia tahu mungkin ‘Abid tidak akan
menolongnya karena sikap acuhnya terhadap ‘Abid sangat luar biasa, tapi dia tetap
mencoba barangkali ada sedikit iba dari si ‘Abid terhadapnya, setiba si Bapak
dihadapan ‘Abid dia memberi salam dan ‘Abid menjawab dengan santun dan penuh
rasa hormat, bapak mengisahkan dirinya yang mendapatkan surat panggilan dari Mahkamah
secara tiba tiba dan iya tidak tahu atas dasar apa dan perkara apa yang akan
diahadapinya, menceritakan bahwa Maal dan Al telah berlaku tidak adil
terhadapnya. Dan telah mengecewakan nya.. setelah mendengarkan keluh kesah Bapak,
Subhanallah ternyata ‘Abid sangat bijaksana, dengan terisak isak dia berkata
“tenang lah Bapak, saya akan membantumu semampu saya, kita akan hadapi bersama
sama.
Bapak
begitu terharu dan menangis, betapa sekiranya dia tahu bahwa ‘Abid adalah
pribadi yang tulus mencintainya tentuya dia tidak akan menyia nyiakan setiap
saat untuk memperhatikan ‘Abid saja, betapa menyesal Bapak telah menghabiskan
banyak waktu untuk Maal dan Al yang ternyata justru mengecewakannya ketika
Bapak membutuhkan mereka. Abang menyeka air mata dan masing masing dara juga
merasa sedih atas apa yang terjadi pada Bapak yang malang itu..
eh,,,,
jam sudah setengah tiga dan kita belum menyentuh makanan,, Usnul mengalihkan
pembahasan dan menyadarkan tiap tiap orang yang dimeja bahwa mereka telah lama
bercerita.. akhirnya semua tersenyum,, dan mulai menyentuh piring dan makanan
masing masing…
setelah
selesai makan siang,, ibu dan para dara kembali membuka pembicaraan dengan
bertanya “Abang tadi ke masjid kan?,, Jum’atan kan?... (pertanyaan ini
sebenarnya sudah sedari tadi saat mereka mendengarkan cerita karena tidak
seperti biasanya Abang bercerita tentang keluarga, biasanya yang disampaikan Abang
adalah isi dari khutbah yang berisi nasehat nasehat saja), Abang tersenyum dan
dalam hatinya dia sadar bahwa ini memang hari pertama dia menyampaikan cerita
panjang lebar, “baiklah.. tentunya semua heran tentang cerita saya” sebenarnya
itu adalah isi khutbah tadi waktu jum’at. Sang khatib menjelaskan bahwa kita
selalu lalai dari beribadah dan cenderung mendahulukan yang lain.
Sebenarnya
Bapak itu adalah kita masing masing, anak pertamanya yang bernama Maal adalah
harta yang kita selalu sibuk mengumpulkan dan mencintainya, kita mati matian
banting tulang pergi pagi pulang petang untuk mencari uang dan mengumpulkan
kekayaan, karena apa,, karena dengan kaya kita akan dikenal oleh banyak orang,
membeli ini dan itu dan bermegah megahan didalam kehidupan yang mewah.
Anak kedua yang bernama Al adalah keluarga yang kita juga menghabiskan banyak waktu bersamanya hingga terkadang kecintaan kita terhadap keluarga telah melalaikan kita untuk menyegerakan diri untuk sujud pada Allah ketika azan berkumandang, toleransi terhadap keinginan keluarga yang bertentangan dengan ketentuan Allah, kita menuruti keinginan anak anak yang terkadang keinginan itu bagian dari maksiat. Begitu penting nya keluarga bagi kita. Sedangkah ‘Abid itu adalah amal ibadah yang kita lakukan, betapa waktu yang kita peruntukkan baginya adalah waktu waktu sisa, bukan waktu yang optimal, kita tergesa gesa dan semberawutan. Mahkamah itu adalah Allah dan surat yang kita terima dari Mahkamah yang tiba tiba itu adalah Kematian, kita tidak tahu perkara apa yang akan kita hadapi setelahnya.
Anak kedua yang bernama Al adalah keluarga yang kita juga menghabiskan banyak waktu bersamanya hingga terkadang kecintaan kita terhadap keluarga telah melalaikan kita untuk menyegerakan diri untuk sujud pada Allah ketika azan berkumandang, toleransi terhadap keinginan keluarga yang bertentangan dengan ketentuan Allah, kita menuruti keinginan anak anak yang terkadang keinginan itu bagian dari maksiat. Begitu penting nya keluarga bagi kita. Sedangkah ‘Abid itu adalah amal ibadah yang kita lakukan, betapa waktu yang kita peruntukkan baginya adalah waktu waktu sisa, bukan waktu yang optimal, kita tergesa gesa dan semberawutan. Mahkamah itu adalah Allah dan surat yang kita terima dari Mahkamah yang tiba tiba itu adalah Kematian, kita tidak tahu perkara apa yang akan kita hadapi setelahnya.
Maal
yaitu harta sama sekali tidak akan membantu kita untuk menghadapi kematian,
betapa kaya pun kita semasa hidup dengan segala kemewahan, pakaiaan pakaian yang ellegan akan kita tinggalkan.
Jas mewah dan gaun gaun indah rancangan Desainer ternama di negri ini akan
meninggalkan kita dan jasad kita hanya dibungkus dengan beberapa lapis kain
biasa yang berwarna putih polos dan harganya sangat murah, yaitu kafan.
Kendaraa
yang berupa kapal pesiar untuk melayat segala penjuru dunia, pesawat pribadi,
mobil mewah, kereta hingga sepeda untuk olah raga mingguan, itu semua akan kita
tinggalkan dan tidak ada yang akan ikut serta. Kendaraan kita adalah tandu
(keranda) yang dipapah oleh pundak pundak para sanak saudara dan orang sekitar
kita.
Rumah
yang kita tempati karya arsitek yang paling hebat dengan segala interior mewah,
kursi dan sofa yang empuk, lampu lampu Kristal dan hiasan glamor yang memenuhi
ruangan, semuanya akan kita tinggalkan dan sebagai penggantinya tempat kita
hanya sebuah lubang seukuran badan saja yaitu liang kuburan.
Al
yaitu keluarga, secinta apapun kita terhadap mereka dan sesayang apapun mereka
terhadap kita, iya hanya akan menemani dan mengantar kita sampai ke liang
kuburan. Jika mereka kita ajarkan dengan kebaikan setidaknya yang kita terima
dari mereka adalah bait bait do’a sebagai pengiring kepergian. Jika pun kita
tidak mengajarkan kepada mereka kebaikan justru kita akan menerima azab atas
kejahatan yang mereka lakukan.
sedang
‘Abid yaitu amal yang kita acuh terhadapnya justru iya yang senantiasa menemani
kita memabantu kita semampunya, sedikit kebaikan yang kita lakukan maka
kebaikan itu akan menjadi penolong kita menghadapi penghisaban, menemani kita
untuk menjumpai Mahkamah. maka dari itu wahai kita semua, mari peduli kepada
anak ketiga dengan sebaik baik peduli melebihi kepedulian kita pada harta
benda, melebihi kepedulian kita kepada
segala yang fana, karena iya saja yang senatisa menjadi penolong kita nantinya.
Kita kerahkan untuknya waktu waktu yang optimal bukan waktu waktu sisa, setiap
kegiatan kita lakukan kendatinya kita sesuaikan dengan perintah Allah sertakan
niat kebaikan agar menjadi ‘amal ibadah.
Jam
menunjukkan arah pukul empat petang dan terdengar suara azan berkumandang
menandakan waktu shalat asar sudah tiba, naah,, sudah azan, mari kita tunaikan
kewajiban,,!! Abang bangun dari tempat duduknya untuk beranjak mengabil air
wudhu, ceritapun berakhir dengan suasana wajah masing masing menunduk kebawah
menunjukkan bahwa tiap tiap orang telah mengambil pelajaran dan bermuhasabah
diri atas kisah ini.
0 Response to "Aku adalah Bapak dengan Tiga orang anak"
Posting Komentar