Allah mengampuni orang yang bertaubat
Dul, begitu sebutan keseharian pemuda yang sedang menangis
tersungkur dipelataran mesjid. Abu Chik berjumpa dengannya ketika hendak
pulang kerumah setelah beberapa jam beritikaf selepas shalat isya,
karena mengibai kondisi Dul yang sangat buruk Abu Chik pun menghampiri
dan berusaha membangunkan badannya yang rebah kelantai, kondisi Dul
begitu lemah, sepertinya dia baru saja menghadapi perkelahian, ada
beberapa bekas sobekan luka pada lengan dan wajahnya, bahagian lututnya
pun berdarah darah.
Abu
Chik membawa Dul pulang kerumah, rumahnya tidak jauh dari mesjid, hanya
beberapa meter saja dan menyeberangi jalan raya, sesampai dirumah abu
Chik memberikannya beberapa teguk air putih yang sudah ditambahkan
sedikit gula terlebih dahulu. Dul pun sudah lebih kuat sekarang, Abu
Chik bertanya hal-ihwal Dul, mulai dari nama, dan tempat asalnya, hingga sebab-musabab dia sampai terkulai lemas di pelataran mesjid tadi.
Setelah
merasa kondisinya sudah cukup baik, Dul mulailah bercerita bahwa dulu
dia sorang pemabuk, sering membuat kerusuhan dikampungnya, namun
sekarang dia telah insaf, bekas kejahatan masa lalunya tidak serta-merta
di maafkan oleh orang-orang dilingkungannya, hingga dia pun pergi
membawa diri menjauh dari kampung.
Setelah jauh berjalan hingga sampai pada suatu perkampungan, Dul istirahat sebentar sekedar untuk
menghilangkan letih badan, ternyata di kampung seberang itu sedang ada
perampokan, dia yang memang terlihat asing bagi masyarakat setempat
langsung menjadi tertuduh, massa langsung menghajar Dul bertubi-tubi,
pukulan demi pukulan dihujani ke wajah Dul, padahal dia sudah berusaha
untuk menahan diri untuk tidak melakukan perlawanan dan menjelaskan
dengan baik-baik, tapi apa daya massa sudah kelelap emosi.
Setelah semua orang pergi Dul pun bangkit melanjutkan perjalanan hingga sampai
ke mesjid tadi. Selesai mengilas-balikkan kronologisnya Dul bertanya
pada Abu Chik, “Adakah ini karena Allah tidak mengampuniku, hingga ALLAH
membalas atasku apa-apa yang telah aku perbuat di masa lalu?”.
“Tidak nak, Allah maha pengampun, Allah mengampuni hamba-Nya yang bertaubat,” jawab Abu Chik memberi semangat.
Kemudian Abu Chik mengisahkan sebuah riwayat kepada Dul.
“Ketahuilah oleh mu nak, suatu hari Saidina Umar bin Khatab berkunjung kerumah baginda Rasul.
Ketika berada dihadapan pintu rumah Rasulullah dia mendapati seorang
pemuda yang menagis tersedu-sedu sejadi-jadinya, dia pun menghampiri
pemuda tersebut dan menanyakan hal-ihwal apa yang menyebabkan pemuda itu
menangis, pemuda itu pun menjawab “Aku ingin berjumpa Rasul, namun
karena dosa yang aku bawa teramat sangat besar maka aku malu untuk
menjumpainya, aku takut dan tidak sedikitpun tersisa kebaranianku”.
Melihat keadaan ini Saidina Umar pun ikut menangis. Sungguh karena dosa,
seorang pemuda begitu malu menampakkan wajahnya pada Rasululluh hingga
dia menagis tiada henti, seakan terenyuh hati Umar dengan menyaksikan
sikap ketundukan pemuda itu.
Kemudian
umar berlalu dari Si pemuda untuk menjumpai Rasul, setelah masuk
kerumah Rasulullah Umar pun masih tetap dalam kondisi haru dengan
linangan air mata dipipinya, wajah Umar merah pucat. Rasulullah pun
bertanya, “Ada perkara apa sehingga engkau menjadi seperti ini wahai
Umar, kemudian mulailah Umar menceritakan tentang seorang pemuda yang
dijumpainya dihadapan tadi, bahwa ada seorang pemuda yang teramat sangat
ingin jumpa dengan Rasul namun terhijab oleh aral dosa yang menyebabkan
pemuda tersebut di tenggelamkan oleh isak tangisan.
Rasul meminta Umar untuk menyuruh pemuda tersebut masuk ke rumah Rasul, pemuda itu pun kemudian mengikut serta dibelakang Umar untuk menghadap Rasul.
“Ada
apa wahai pemuda, kenapa engkau hingga menangis begitu kuatnya hingga
mengiring engkau untuk tidak berani berjumpa denganku,” tanya Rasul pada
pemuda tersebut.
“Aku
malu untuk memberitahu padamu wahai Rasul, dosaku teramat sangat besar
wahai baginda, aku takut Allah tidak mengulurkan keampunannya untukku
bersebab kehinaanku karena dosa ini,” kata pemuda tersebut.
Kemudian Rasul bertanya, “Adakah dosamu terlebih besar dari pada langit dan bumi?”. “Ya wahai Rasul, dosaku terlebih besar dari itu,” jawab pemuda tersebut.
“Adakah terlebih besar dari pada ‘arasy?,” Rasul kembali mengajukan pertanyaan. “Wahai Rasul dosa ini terlebih besar dari itu,” jawab Si pemuda.
“Adakah lebih besar dari pada kekuasaan Allah?” Tanya Rasul dengan nada yang lebih tegas. “Tentu Kekuasaan Allah lebih besar dari segala apupun wahai Rasul,” Jawab pemuda sembari menundukkan wajahnya.
“Jika demikian maka ceritakanlah dosa apa yang telah membuatmu berputus asa dari keampunan Allah,” tegas Rasul.
Kemudian pemuda itu diam sejenak, menundukkan wajahnya, dia mulai bercerita dengan bahasa terpata pata.
“
Aku adalah seorang pemuda dari kampung seberang, sudah tujuh tahun aku
bekerja sebagai tuknang gali kubur, pekerjaan itu aku geluti dan tidak
ada yang membuat aku bermaksiat kepada Allah atas pekerjaan ini, namun
pada suatu hari pada tahun ketujuh dari lamanya pekerjaanku, aku
mendapat tugas untuk menggali sebuah kubur untuk mayat seorang wanita
perawan dari sahabat anshar, setelah siap aku menguburinya akupun
berlalu dari kubur itu, setelah beberapa langkah berjalan, datanglah
syaithan menggodaku.
Syaithan
menghasut aku untuk kembali dan menjimak mayat perawan itu, akupun
tergoda atas hasutannya. Setelah semua terjadi aku mulailah sadar bahwa
ini seburuk buruk kehinaanku, akupun ingin lari, hanya berjarak beberapa
meter aku berlalu dengan berlari meninggalkan kubur itu, kemudian mayat
yang aku jimak tadinya bangkit dan berkata padaku “Wahai pemuda,
beraninya Engkau mempermalukan Aku dihadapan para penghuni kubur
lainnya, adakah Engkau tidak malu pada Allah, dan adakah Engkau tidak
mengingat ketika Aku menghadap Allah di yaumil mahsyar dalam keadaan
berjunub karena jahannamnya nafsumu. Teganya engkau mengotori jasadku
yang sudah suci.”
“Demikianlah
wahai Rasul, Aku begitu takut dengan dosa yang telah Aku perbuat ini,
dan Aku sungguh sungguh menyesalinya,” kata pemuda tersebut mengakhiri
ceritanya dan menunggu tangapan dan harap kabar keampunan dari Rasul.
“Wahai
pemuda, hinanya Engkau, pergilah, keluarlah dari rumahku, aku tidak
ingin kehinaanmu menyurami dinding dinding rumahku, tidak ada keampunan
terhadapmu”, wajah Rasul merah, emosi memuncak dapat terlihat jelas
diwajahnya setelah mendengar pengakuan dosa kehinaan pemuda tersebut.
Pemuda
itu pun serta merta keluar dari rumah Rasul, berjalan dan terus
berjalan tanpa tujuan, perjalannan yang begitu berat seakan ada sejumlah
besar beban di tindihkan kepundaknya, bertambah tambahlah kedukaannya
setelah menyaksikan kemarahan Rasulullah atas dosa terhinanya itu,
hingga perjalanan tujuh hari tujuh malam tanpa ada air yang membasahi
kerongkongannya, tanpa ada secuil makanan pun mengisi rongga perutnya.
akhirnya ia telah sampai ditengah padang terbuka, tanpa seorang manusia
pun disana, tanpa binatang melata, burung terbang pun tiada, disanan dia
jatuh terkulai lemas dalam posisi sujud, dia bermunajat kepada Allah.
“Wahai
Zat yang maha tinggi, wahai yang maha mengampuni, Aku datang kepada-Mu
dengan membawa dosa-dosa, dosa yang membuat aku begitu terhina, Aku
telah mengetuk pintu kekasih-Mu, tapi tak ada kabar keampunan dari
sisinya terhadapku, kini Aku mengetuk pintu-Mu, mengharap Engkau
mengampuni Aku, adakah Engkau ampuni yaa Rabb,, adakah Engkau ampuni yaa
Rabb, adakah Engkau ampuni Aku, jika pun terlalu hina Aku dan tak ada
pengampunan dari-Mu maka turunkan azab-Mu kepadaku di dunia, turunkan
api yang Akan membakarku segera, karena aku tidak ingin di yaumil
mahsyar Aku berjumpa dengan-Mu dalam keadaan yang hina, Aku tak ingin
kembali pada-Mu dalam keadaan dosa.
Allah
maha mendengar menjawab permintaan hamba-Nya, atas perintah Allah
Jibril pun datang menjumpai Rasulullah, Jibril bertanya, “ Wahai
Muhammad, adakah engkau yang menciptakan makhluk atau Allah yang
menciptakannya?.”
“Allah Al-Khalik yang menciptakannya wahai Jibril,” jawab Rasul.
“Adakah engau yang memberi rizki kepada tiap tiap hamba, atau Allah yang memberikannya?” Jibril lanjut bertanya.
Rasul menjawab “Allah yang Maha Kaya yang memberikannya wahai Jibril”.
“Adakah engkau yang berhak mengampuni dosa seorang hamba yang bertaubat, atau Allah yang berhak atasnya?” tanya Jibril.
”Allah lah yang maha mengampuni yang akan mengampuni tiap hamba-Nya yang bertaubat,” Jawab rasul.
Kemudian Jibril berkata, “Jika
demikian sampaikanlah bisyarah (kabar gembira) pada pemuda yang telah
mengakui dosanya padamu bahwa Allah telah mengampuni ia.”
Rasul
meminta Umar untuk mengabari penduduk negeri agar mencari pemuda
tersebut, guna mengabarkan bisyarah dari Jibril bahwa Allah yang Maha
pengampun telah mengampuni dosa-dosanya karena kesungguhannya dalam
taubatan nasuha, setelah Umar mendapati pemuda tersebut kemudian
memberitahu perkara ini serta membawanya untuk menjumpai Rasul.
Setiba
mereka di Mesjid, Rasulullah besarta sahabat lainnya sedang menunaikan
shalat magrib, langsung pemuda ini pun turut shalat bersama para jamaah,
setelah selesai bacaan Alfatihah kemudian Rasulullah membaca surat
at-Takatsur hingga sampai pada ayat “hatta zur tulmul maqabir” maka
menagislah pemuda itu terisak-isak dan jatuh tersungkur, setelah selesai
shalat Rasulullah menjumpainya, dan mendapati pemuda tersebut telah
tidak lagi bernyawa, dengan tersenyum Rasul menyampaikan pada sekalian
jama’ah. “Allah Merahmatinya, mudah-mudahan Allah telah menerimanya, dan menempatkannya pada tempat terindah.”
![]() |
ilustrasi |
Dul begitu larut dalam muhasabah diri sepanjang mendengar cerita Abu Chik
“Demikianlah
wahai anakku, bahwa jangan pernah takut untuk kembali kepada kebaikan,
kepada kebenaran, tiada dosa yang tak diampuni asalkan kita sungguh
sungguh bertaubat, dan tahukanlah olehmu rukun taubat itu ada tiga
perkara; petama meninggalkan dosa tersebut, kedua menyesali dengan
penyesalan yang sungguh sungguh atas maksiat yang telah kita perbuat,
ketiga berazam untuk tidak akan pernah mengulanginya kembali, mudah
mudahan Allah mengkehendaki kita menjadi orang orang yang mengakhiri
hidup ini dengan akhir yang baik, khusnul khaimah,” pesan Abu Chik.
Sepotong
malam yang gelap telah menyelimuti Dul dengan pelajaran paling berharga
dari Abu Chik, semangat dan motifasi dari Abu Chik telah mengalir dalam
darahnya, dan matapun terpejam beberapa saat lagi menanti tibanya
subuh.
0 Response to "Allah mengampuni orang yang bertaubat"
Posting Komentar