Pujian hamba kepada dirinya maka kembali ke Neraka
Secara umum pujian defenisikan sebagai
kata sanjungan yang ditujukan kepada yang dipuji dengan menyebutkan kebagusan
yang terdapat padanya. Kebagusan bisa dalam bentuk keindahan rupa, kebagusan
bentuk, kebagusan sifat, maupun keutamaan yang memberiI nilai positif terhadap
sesuatu. Nilai positif tersebut diapreasikan
dengan kalimat pujian.
Beberapa literatur menyebutkan
bahwa pujian itu terbagi kedalam empat jenis. Kategori pujian Qadim dan pujian
Hadits, pujian Qadim adalah pujian yang berasal dari Allah, sedangkan pujian
Hadits adalah pujian yang bersumber dari manusia.
Pujian Allah Kepada diri-Nya, Pujian Qadim
Allah ‘azza wajalla adalah Zat
wajibul wujud (wajib adanya) yang azali.
Zat yang maha sempurna, yang tidak ada kekurangan padanya. Tidak ada satupun
yang serupa dengannya. Allah adalah tempat bergantung selaga makhluk, tempat
meminta perlindungan. Pemilik Kekuasaan muthlak. Pencipta alam raya dan seluruh
isinya. Sangat layak Allah memuji diri atas keagungan-Nya. Pujian Allah
terhadap diri-Nya bertujuan untuk memperkanalkan diri-Nya melalui sifat sifat
kebagusan-Nya. Pujian ini juga mengajarkan kepada manusia agar memuji-Nya, agar
mendapatkan Rahmat sehingga mensejahterakan hamba itu sendiri.
Pujian jenis ini disebut pujian
Qadim. Pujian Allah kepada dirinya maka kembali juga kepada Allah.
Dalam firmannya Allah menyebutkan;
Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa, Allah adalah Tuhan yang
bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula
diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia".( surat Al
ikhlas 1-4).
“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia,
Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga
menyatakan yang demikian itu)” (Ali Imran:18)
Pujian Allah Kepada Makhluk, Pujian Qadim
Atas alasan
tertentu Allah juga memberi pujian kepada makhluknya. Pujian sebagai apresiasi
atas teguhnya keimanan, ketundukan terhadap aturan syariat maupun karena
kebagusan atas penciptaan tersebut.
Sejatinya Pujian Allah terhadap Makhluk
juga kembali kepada Allah. Sebagaimana Pujian Allah kebada Rasulullah
(Qs.
Al Qalam : 4) وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيم
“Sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar
di atas budi pekerti yang luhur”
Pujian Makhluk kepada Allah, Pujian Hadits
Pujian yang
paling umum adalah pujian mahkluk kepada Allah, pujian yang diungkapkan atas
nikmat yang telah diperoleh, pujian sebagai ungkapan rasa syukur. Seorang yang
memiliki keimanan akan senantisa mengungkapkan rasa syukurnya dengan
memanjatkan kalimat kalimat pujian. Mengangumi penciptaan dengan menyebutkan
masyaAllah. Mensyukuri nikmat dengan mengucapkan hamdallah.
Pujian Makhluk kepada sesama makhluk, Pujian Hadits
Acapkali
kita mendengar kalimat pujian makhluk kepada sesama makhluk. Seorang sahabat
memuji kecerdasan sahabatnya, seorang ibu memberi pujian atas kecantikan
anaknya, dan seorang kolega memberi pujian atas kesuksesan kerja rekannya.
Sejatinya
pujian makhluk kepada sesama makhluk kembali kepada Allah. Setiap makluk adalah
produk dari khalik (pencipta), maka apabila ada pujian yang ditujukan kepada
produk tentunya pujian tersebut bukanlah milik si produk, melainkan dinisbahkan
kepada pemilik makhluk.
Adapun
selain ke empat pujian diatas, maka adalah satu pujian yang bernilai kefasatan. Yaitu pujian makhluk
kepada dirinya. Betapa tidak, pujian makhluk kepada dirinya sendiri adalah
bentuk kesombongan. Sebagaimana sombongnya Fir’aun memuji dirinya atas
kekuasaan yang membentang luas, sebagaimana Qarun memuji dirinya atas
kepemilikan harta benda yang berlimpah. Pujian dalam bentuk kesombongan
sejatinya akan berujung ke neraka.Orang orang yang memuji dirinya adalah orang yang sombong,
maka balasan atas kesombongan adalah azab, karena kesombongan seorang hamba adalah penyimpangan terhadap hak Allah.
Allah
Ta’ala berfirman:
قِيلَ ادْخُلُوا أَبْوَابَ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا فَبِئْسَ
مَثْوَى الْمُتَكَبِّرِينَ
“Dikatakan (kepada mereka), “Masukilah pintu-pintu neraka Jahannam itu, dalam
keadaan kekal di dalamnya” Maka neraka Jahannam itulah seburuk-buruk tempat
bagi orang-orang yang menyombongkan diri.” (QS. Az-Zumar: 72)
Dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam bahwa beliau bersabda:
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ
مِنْ كِبْرٍ قَالَ رَجُلٌ إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا
وَنَعْلُهُ حَسَنَةً قَالَ إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ الْكِبْرُ
بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ
“Tidak akan masuk surga, orang yang di dalam hatinya terdapat seberat biji sawi
kesombongan.” Seorang laki-laki bertanya, “Sesungguhnya bagaimana jika
seseorang menyukai apabila baju dan sandalnya bagus (apakah ini termasuk
kesombongan)?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya Allah itu Maha Indah menyukai
keindahan. Kesombongan itu adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia.”
(HR. Muslim no. 91)
Para nabi tidak pernah memuji dirinya dan tidak juga merasa
dirinya suci. Padahal mereka adalah orang orang yang ma’sum. Nabi Yusuf as
berkata, "Dan aku tidak membebaskan diriku (dari
kesalahan). Karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan,
kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku." (QS. Yusuf:
53)
0 Response to "Pujian hamba kepada dirinya maka kembali ke Neraka"
Posting Komentar