Sabar dari yang Haram Dapat yang Halal
Engkau pulang, malam ini keberuntungan tidak berpihak
kepadamu, engkau tidak berhasil membobol toko yang menjadi target pencuriaanmu
malam ini. Nyaris saja engkau diamuk massa, malam ini begitu melelahkan. Gerak langkah yang pongah menuntutmu untuk berhenti sejenak, meneguk satu dua ciduk air kulah
meunasah. Engkau duduk bersandar badan didinding sebelah kanan meunasah.
“Oh,, ternyata malam ini
ada pengajian, ini malam Jum’at,” gumammu
dalam hati, sebenarnya hasratmu tidak ingin berlama-lama disini, sebab telingamu
jengah dengan nasehat. Mendengar pengajian rasanya seperti suara bising pabrik
yang memikik di telingamu, tapi apalah daya engkau sudah tidak punya tenaga
untuk berpindah.
Suara Abu terdengar begitu menyentuh, angin membawa
kalimat-kalimat itu hingga sampai di telingamu. Engkau mau menolak mendengarkannya, tapi hatimu mengajak untuk
lebih jeli memperhatikan tuturnya, sepertinya malam ini beda, hatimu merengkuh
hidayah. Abu terus memberi tausiah pada
jama’ah dan engkau pun larut mendengarkan dari balik dinding kayu. Kondisi meunasah
memang belum disentuh pembaharuan, tidak pernah direhab selama lima tahun
belakangan, sehingga lobang dinding menganga dapat memudahkan sirkulasi udara
dan suara.
Pengajian terus berlanjut, hingga pada akhir pengajian Abu
menegaskan bahwa, “seseorang yang
bersabar diri dari melakukan yang
haram, maka Allah akan mengubah yang haram itu untuk kemudian menjadi halal
baginya”.
Para jama’ah sudah kembali ke rumah masing masing, sedang
engkau larut berbalut muhasabah dimalam yang gelap dibawah redupnya sinar
bulan, hingga engkau terlelap sendiri, dengan merebahkan bahumu di dinding
meunasah.
Beberapa malam berikutnya , ternyata nafsu menggelitikmu
untuk kembali bangkit, melakukan hal yang biasa engkau lakukan, menaklukkan
malam, menggenggam gelap untuk mengambil sesuatu yang bukan hakmu, karena
bekerja sebagaimana pekerjaan orang yang
wajar tidak begitu menarik
bagimu. Sebenarnya nasehat yang tidak sengaja kau dengar tadi malam cukup
membuatmu sadar, tapi tipu daya setan lebih
kuat dalam merangkul kendalimu. Beranjaklah
engkau pergi, hingga pada tujuan yang kau incar. Ini adalah rumah orang kaya raya, banyak perbandaaan yang memiliki
nilai tinggi didalamnya, engkau sudah mengincarnya sejak lama.
Masuklah engkau dengan lihai, cara yang sudah biasa engkau
lakukan dengan memanjat dinding pagar,
melewati pintu belakang, ruang dapur itu memang sunyi dikala tengah malam, bisa dipastikan penghuni rumah tidak sedang
ditempat ini tengah malam. Engkau segera menyelinap dan sampailah pada ruang
yang kamu incar. “ya,, ini gudang harta Si
tuan rumah,” gumam hatimu meyakinkan. Kamu bisa memastikan itu berkat informasi
yang kamu peroleh dari seorang pembantu rumah tersebut. “ glek”, pintunya dapat
kamu buka dengan menggunakan sebilah besi runcing, benda ini sudah biasa kamu
pakai dalam misi pembobolan. Terlihatlah disana beberapa kotak perhiasan, barang
mewah, dan berangkas uang.
Ketika tangan kananmu hendak meraihnya, tiba-tiba engkau
mendengar bisikan, bisikan yang serupa dengan bentakan, kau teliti sumbernya,
ya,, ternyata itu bisikan dari bilik hatimu, bisikan yang sebenarnya tidak
layak disebut bisikan karena memang tanpa suara.. “HAREUM,,HAREUM,,” begitu
katanya, bulu kudukmu merinding, sejuk seram menyerang, engkau teringat dengan nasehat Abu dalam pengajian yang tak sengaja kau dengar tadi malam. ah,, bisikan itu benar
benar menggagalkan usahamu malam ini.
Engkau urungkan niat, berbalik badan untuk pulang dengan
tangan kosong, setidaknya pilihan itu yang dapat meredam rasa takutmu terhadap
bisikan tadi.
Ketika telah sampai di koridor ujung, engkau meliahat ada
pintu yang terbuka, sedikit dan tidak lebar, ya,, kamar itu, itu kamar si gadis
yang kau lihat sering lewat didepan rumahmu, dara jelita yang baru sebulan lalu
kembali dari Jakarta, setelah menyelesaikan studinya disana. Indah sekali dia, cantiknya tetap terpancar
dalam tidur yang lelap, selimut merah jambu yang menghangatkan tidurnya tersingkap,
hingga engkau melihat betisnya yang begitu indah, engkau tergoda untuk mendekati. Sampai
di ambang pintu, kembali lagi terdengar seruan yang sama seperti yang tadi, “haram,,
haram” dan kali ini rasanya lebih kuat sehingga membuatmu lebih takut.
Engkau panik, keringat dingin bercucuran membasahi seluruh
wajahmu dan mengalir hingga leher, engkau tidak berlama lama lagi disini,
dengan langkah tergesa-gesa engkau berlari menuju sudut dapur, itu jalan
keluar, memanjat dinding dan berlalu dari rumah ini.
Engkau pulang kerumahmu dengan dihantui oleh dirimu sendiri,
bergegas masuk kekamarmu dan membenamkan diri di bawah tilam, ah,, ternyata ini
tidak cukup membuatmu tenang, engkau bangkit, engkau ingat pesan ibumu “jika engkau gelisah atau takut, maka berwudhu’lah,
kemudian sujudlah pada Allah, itu akan membuatmu tenang,” begitu katanya dulu
semasa beliau masih ada. Ya,, segera kau mengambil wudhu’ dan kemudian shalat, hal
seperti ini sudah sejak lama tidak engkau lakukan. Engkau larut dalam taubatmu,
sujud dan memohon ampun pada Tuhan.
![]() |
Keesokan harinya, tiga orang laki laki berbadan tegap menuju
rumahmu, itu adalah Pak Keucik, Tengku imum dan satu lagi, satu lagi adalah
bapak pemilik rumah yang kau bobol tadi malam. Engkau diserang rasa takut,
namun engkau tunjukkan sikap tegar karena egkau telah siap untuk bertanggung
jawab atas kesalahanmu, ini refleksi dari taubatmu yang diterima oleh-Nya tadi
malam.
Engkau mempersilahkan mereka masuk kerumahmu yang sederhana,
menyuguhkan sejumput minuman, perasaanmu bercampur aduk, engkau tidak bisa
menyembunyikan gemetar tanganmu. Hingga salah seorang dari mereka angkat
bicara.
“Nak, apa benar tadi
malam engkau berniat mencuri dirumah bapak ini,” Tanya pak keucik sambil memalingkan wajah kearah bapak yang disampingnya. “i,,iii,iya Pak Keucik,”
suaramu akhirnya keluar juga setelah engkau bersusah payah mengedannya. Kemudian
Si bapak pemilik rumah lanjut bertanya dengan suara keras, “lantas kenapa
engkau tidak mengambil apa-apa, dan justru lari tergesa gesa”, ternyata bapak
itu dan menyaksikan semua kelakuanmu tadi malam, hanya saja dia memilih diam
dan memperhatikan.
“Aku telah berhenti dari pekerjaan ini, bukankan itu haram
bagiku? Pak, selama ini aku hanyut dalam
dosa, Allah telah menyematkan pelita pada hatiku dan aku tidak ingin lagi
memadamkannya” pengakuan dan penyesalanmu kau tumpah ruahkan dihadapan mereka.
“Kembalilah nak, kembalilah ke rumahku, dan ambillah apa
yang engkau kehendaki tadi malam,
hartaku akan menjadi milikmu, dan anakku, aku telah menyetujuimu untuk kunikahkan
dengannya, dia gadis yang baik dan penurut. Yang tadinya haram sekarang akan
kuhalalkan bagimu” kata Si bapak.
0 Response to "Sabar dari yang Haram Dapat yang Halal"
Posting Komentar