Hikmah dari Lukman; semua tidak satu hati
Suatu hari anak Lukman bertanya pada ayahnya, tentang hal
apa yang harus dilakukannya untuk menyenangkan semua orang. Lukman yang
mendapat gelar hikam (ahli hikmah) kemudian mengajak putranya untuk melakukan sebuah
perjalanan. Perjalanan dilakukan dengan mengikutsertakan seekor keledai.
Keledai adalah binatang tunggangan yang ketika itu adalah alat transportasi yang
paling umum, hampir seluruh masyarakat memilikinya, sebagaimana kita saat ini
mengendari sepeda motor.
Hemat kata, berangkatlah Lukman bersama anaknya. Lukman meminta anaknya yang menunggang sedang dia menuntun saja. Semula anaknya keberatan karena tidak tega terhadap ayahnya, tapi Lukman memintanya untuk menurut saja. Setelah beberapa saat berlalu dan kini mereka telah mendekati sebuah kafilah.
Lukman hanya tersenyum kemudian melanjutkan perjalanan.
Sekarang bertukar posisi, Lukman meminta anaknya untuk turun menuntun keledai
sedang dia menunggang. Hingga beberapa saat berlalu dalam perjalanan, kini
telah tiba lagi pada kafilah yang lain.
“Hai, betapa engkau tidak mempunyai kasih sayang terhadap
anakmu. Bukankah dia masih sangat muda untuk berjalan kaki menuntun keledai.
Sedang engkau, bukankah engkau ayahnya, seharusnya kau sayang pada anakmu.” Kata
salah seorang dari anggota kafilah kedua itu.
Lagi-lagi Lukman hanya tersenyum. Tidak memberi keterangan
apa-apa untuk membela dirinya. Perjalanan dilanjutkan, sekarang Lukman mengajak
anaknya untuk ikut menunggang bersamanya. Hingga beberapa saat kemudian
berlanjut dalam perjalanan, kembali Lukman berjumpa dengan kafilah yang
berbeda.
“Hai, celakalah kalian. Kalian manusia yang tidak
menggunakan akal, kemana naluri kasih sayang kalian terhadap sesama makhluk
Allah. Sekalipun keledai memang hewan tunggangan tapi tidak semestinya kalian
berdua menunggangi satu keledai, dengan kondisinya yang kurus begitu,
tulang-tulangnya akan patah menopang berat kalian, betapa kalian dhalim
terhadap binatang” cacian yang sangat ketus itu menghujan kewajah Lukman
beserta anaknya. Lukman hanya tersenyum kemudian melanjutkan perjalanan.
Setelah sebelumnya menunggang sendiri sedang anak menuntun
dianggap salah, kemudian anak yang menunggang sedang dirinya menuntun saja juga
mendapat cacian karena dianggap salah, dan keduanya sama-sama menunggang juga
salah, maka kini Lukman beserta anaknya turun dari keledai kurus itu. Mereka
berdua jalan beriringan menunutun keledai yang tidak bertunggangan. Hingga
beberapa saat kemudian berlalu dalam perjalan, kini telah sampai pada kafilah
yang lainnya.
Kafilah itu tertawa cekikikan. Menertawai Lukman dan
anaknya.
“Wahai, betapa bodohnya kalian berdua; keledai hanya
dituntun tanpa penunggang. Kemana otak kalian. Tidakkah kalian memanfaatkannnya
untuk memudahkan perjalanan. Sebodoh-bodohnya keledai, kalian lebih bodoh
darinya” nyinyir salah seorang dari kafilah itu.
Kini Lukman menghentikan perjalanannya. Lukman berkata
“wahai anakku, lakukanlah hal-hal baik yang memberi kemaslahatan
bagimu dengan tidak menghiraukan penilaian manusia, karena selamanya engkau
tidak akan mampu menyeragamkan hati mereka!”
Demikianlah hikmah yang diajarkan oleh Lukman. Bukankah yang
kita alami sekarang ini tidak jauh berbeda, ketika kita berbicara perkara
agama, menyuruh kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran, kita dituduh sok
alim. Kita menggunakan pakaian lengkap sebagaimana yang diperintahkan Allah dalam
surat Al Ahzab ayat 59; dianggap ekstrim. Kita mengutuk sebuah kaum yang dengan
serta merta membinasakan kaum kita (muslimin); kita di judge radikal. Kita
tidak terima ketika orang-orang mengganggap semua agama adalah sama, karena
pemahaman kita mengajarkan bahwa islamlah yang benar dan diridhai disisi Allah;
kita dituduh tidak toleran.
Maka, ingatlah apa yang pernah terjadi pada Lukman dengan
anaknya. Kita tidak akan mampu menyeragamkan hati manusia. Lantas apa yang akan
kita lakukan? Kita akan melakukan segala kebaikan yang itu memberi maslahat
kepada kita tanpa harus peduli pada penilaian manusia. Sebab tujuan kita adalah
keridhaan Allah. Jika yang kita lakukan adalah hal yang tidak bertentangan
dengan perintahnya, maka lanjutkanlah! Sejatinya kebaikan tidak mudah diterima
oleh “dunia” sebab kebaikan itu milik “akhirat”.
Wallahu a’lam
0 Response to "Hikmah dari Lukman; semua tidak satu hati"
Posting Komentar