Surat Cinta untuk Forum Lingkar Pena (FLP Aceh)
Tadi ketika seliweran di outbox E-mail. Saya dapati "surat cinta untuk Forum Lingkar Pena." Teringatlah. Ini surat cinta pertama yang pernah saya tulis. Semula saya tidak ingin ikut lomba menulis surat cinta ini. Tapi, karena teman-teman seangkatan pada antusias semua, akhirnya kucoba. Siapa sangka, saya justru dapat Juara II Lomba Surat Cinta untuk FLP 2014. Alhamdulillah.
Untuk merawat ingat segaligus sebagai arsip bagi teman-teman yang ingin baca, berikut saya postingkan di sini. Nikmatilah!
Untuk merawat ingat segaligus sebagai arsip bagi teman-teman yang ingin baca, berikut saya postingkan di sini. Nikmatilah
Dear Pena!
Ketika cinta telah
menyentuh bubung asa, sulit sekali untuk mampu kutuangkan dalam kata. Cinta
yang kusebut bukan cinta biasa antara dua manusia, melainkan banyak. Cinta tak
sederhana seperti kisah Rama dan Sinta, bukan roman picisan cinta Romi pada Juleha.
Kau tahu? kerena cintaku padamu beda. Kau keluarga; aku menyebutmu Pena.
Engkau bukan satu tapi
beribu. Kita tidak hanya berdua melainkan bersama. Aku, kau, dia, mereka
menjadi kita. Kau ingin tahu kenapa aku mencintaimu? menukil alasan nihil
bagiku atas cinta yang tak bersebab. Ya, cinta kita memang beda dari cinta
biasa.
Aku ingat kala pertama berkenalan.
Dia menyebut namamu di hadapku. Namamu Pena dan engkau adalah keluarga. Aku pun
curiga, tidak puas dengan hanya mendengar nama, aku ingin mengenal wujudmu.
Kuurai satu demi satu buhul, kuuntai untuk menautkan aku dengan engkau dan dia,
mereka hingga layak disebut kita.
Tanpa benang, aku tidak
akan menjadi kita. Benang itu adalah ukhwah. Tali saudara yang tidak bersebab
nasab, bukan karena munakahat. Ukhwah yang lahir dari rahim waktu, kian
menyatu sekalipun tanpa sentuhan fisik. Sekali lagi kuulangi, cinta kita beda
dari cinta biasa.
Pertama kita berjumpa,
kurasa aku ingin kedua kalinya, setelah kedua, aku diliputi rindu untuk temu
berikutnya. Rindu kutabung dalam ruang luas imajinasiku. Kutuliskan kisah kita
dengan decak kagum. Rindu yang kukulum seumpama mentari yang ditelan ufuk.
Tenggelam untuk timbul dan timbul untuk tenggelam. Jika ada sekat antara siang
dan malam, itu hanyalah gelap dan terang. Sekat yang tak harus kita sibak,
sebab pada keduanya ada keindahan. Pena, aku menoreh tentang siang dan malam,
tentang gelap dan terang, kita bersama dan kau yang mengajarkan.
Pena, guratan satu demi
satu huruf pada kehidupan, kita kumpulkan rasa; sedu sedan, senang riang canda,
gamang dalam kegalauan, hiruk pikuk takdir alam. Kita selam satu dua laut duka,
kita daki dua tiga gunung cita. Kita tumpah ruahkan asa dalam lembaran.
Siapa yang peduli dari
mana aku berasal. Siapa yang hirau di mana dia tinggal. Kita tidak bahas itu,
sebab di sini kita adalah keluarga. Aku, kau dan dia adalah kita. Ketika
hentakan kaki pertama melangkah masuk ke dalam naungan, teduhmu kau bagi rata.
Bagi jelata selayak aku atau bagi aghniya seperti mereka, tak berbeda.
Aku anak yang tak kau
kandung, dia juga bukan, mereka juga tidak. Tapi aku dia dan mereka adalah anak
yang kau besarkan. Pena, kau memang bukan ibu tapi seumpama itu.
Seumpama buaian tempat
aku bermanja, kita duduk di atas dipan di beranda kehidupan, sambil mengeja
alif ba dan ta, aku amati alpa gamma dan beta, angka-angka dan alpabet kususun
kedalam sebuah karya. Didikmu bukan dengan hardik, tidak ada cela, kau
benar-benar bersahaja.
Sekalipun
sejak aku menjadi kita telah tidak ada lagi tidur lena, aku puas sebab serta
merta lenaku pada menulis dan membaca. Tidak ada ruang dan waktu leha-leha yang
terbuang tanpa guna, sebab menyaksikan sampah di tepi jalan pun menjadi
inspirasi untuk kita tuang dalam sebuah karya. Konon lagi kebersamaan kita,
tidak ingin henti jemariku mengetik tentang cerita kehidupan bersama keluarga Pena.
Tetaplah
begitu, menjadi selayak embun yang meriangan dedaunan, hingga seperti butir-butir
hujan menyesap debu jalanan. Tetaplah seindah itu, ketika interaksi tidak hanya
dengan teman sebaya, tidak hanya menyiapkan tempat berdendang bagi sahabat
seusia, lintas generasi bisa menuai kenangan di sini. Sebab kita adalah
keluarga.
Pena,
kita adalah sebuah panorama yang siap menyajikan keindahan bagi semua mata.
Menebar kehangatan bagi yang gigil karena noda zaman. Kita tidak akan
menggungat para pembenci, sebab itu adalah fitrah kejadian, sejatinya yang baik
akan selalu dimusuhi oleh syaithan. Kita
adalah keluarga cinta sebagaimana titah Tuhan.
Pena, karena dengan
cinta, kita layak bersua kembali dalam kebersamaan. Bahagia dalam dua masa; sekarang
dan selamanya.
Aku,
yang mencintaimu
Aini Aziz
BeuMeutuwah
0 Response to "Surat Cinta untuk Forum Lingkar Pena (FLP Aceh)"
Posting Komentar