Jangan Salahkan Sejarah
Masa lalu adalah sesuatu yang tak pernah bisa dirubah. Masa
lalu adalah sejarah, otentik tak dapat di otak atik. Jika pun ada simpang siur,
itu bukan kejadiaannya, melainkan sambung lidah yang tak bertuah. Saya mencoba
menjelaskan hal ini dengan merujuk kepada sejarah dilihat dari kata dalam
bahasa asing.
Sejarah (history).
Mari menjabarkan kata dalam kurung () tersebut menjadi dua suku kata; his
dan story. Suku pertama bermakna ”kepunyaannya” sedangkan yang kedua
bermakna ”cerita.” Betapa tidak, sejarah dilihat dari siapa yang
menceritakannya. Jadi, sejarah jauh dari nilai kebenaran muthlak, nyaris semua subjektif.
Tapi juga tidak tertutup kemungkian objektif.
![]() |
by: kpriunej.com |
Mari mengambil contoh
sederhana. Jika terjadi suatu pertikaian antara dua orang. A akan mengenang B
sebagai hal buruk. Demikian pula B mengenang A sebagai sesuatu yang buruk.
Kisan ini akan berkelanjutan, hingga diwariskan kepada anak-cucu. Beruntunglah
bila penikmat sejarah mau melihat dan mengkaji dari dua sisi. Generasi A mau
mendengarkan cerita dari generasi B atau sebaliknya, generasi B mauu menelusuri
kisah dari A.
Terkait sejarah,
sedikit kita perluas ranahnya. Kita melihat apa yang telah terjadi di Aceh.
Dimana kita pernah mengalami sebuah kondisi serba salah. Pertikaian yang
terjadi antara Indonesia sebagai ibu dan Aceh sebagai anak. Kala itu, bagi warga
aceh yang bergerilya sebagai TNA atau dikenal dengan sebutan GAM, musuh adalah
semua yang berpihak pada NKRI, baik itu
polri maupun segala jajarannya. Bahkan semua entik Jawa dibenci sama sekali,
hingga para transmigran terancam pulang kekampung halaman. Di sisi lain, bagi
Indonesia, GAM adalah separatis yang harus di tangkap habis, di sadarkan atau
dibekukan perlawanannya. Sejarah tentang ini juga akan mengalami hal
sebagaimana A dan B diatas.
Lanjut lebih luas. Sejarah tentang Indonesia. Dimana beberapa rezim telah berlalu meninggalkan
sejarah. Orde lama, Orde baru, Reformasi dan hingga sampai sekarang ini, entah Orde
Pompa namanya (ket: sebab kebijakannya kerap sekali mengenai naik turun harga.)
Dahulu di masa
orde lama sebagaimana kita tahu bahwa Sukarno membubarkan Partai Masyumi (partai
islam terbesar kala itu) karena dianggap memberontak, menolak demokrasi
terpimpin. Sedangkan di sisi lain Sukarno justru merengkul PKI. Tentunya
para generasi pro islam akan mengenangnya sebagai keputusan yang buruk. Sedangkan di sisi para pemihak PKI akan mengenang
itu sebagai keputusan yang bijak.
Lanjut kemudian
Orde Baru, Suharto membungkam PKI, bahkan semua entis tionghua tidak dibiarkan
terlibat dalam dunia politik. Sehingga mereka hanya fokus pada perdagangan
saja, untuk menghindari masalah dengan pemerintah. Ini juga akan bernilai sama
di mata sejarah, tergantung dari sudut pandang siapa. Pro suharto akan menilai
ini sebagai tindakan yang bijak, sedangkan pro PKI akan menceritakan ini
sebagia ketidakadilah. Namun demikian, sebagaimana yang saya katakan di awal,
bahwa pencinta sejarah yang bijak akan melihat dari dua sisi. Di sana kita akan
menjadi penilai yang tidak akan memihak.
Mempelajari
sejarah bukan untuk mengubah masa lalu, tapi untuk merencanakan masa depan.
Sejarah memberi manfaat edukatif; pelajaran. Sejarah mengajarkan kita tentang
hal-hal yang belum pernah kita alami, agar kita siap menghadapi. Sejarah juga
memberi manfaat inspiratif. Memberi inspirasi untuk bangkit, memanfaatkan
semangat kebangkitan para pejuang di masa lalu untuk terus maju.
Sejarah juga memberi guna rekreatif. Bukti nyata, saya telah
menulis ini karena membaca catatan orang yang telah meninggalkan torehan
penanya. Tulisan ini pun akan
menjadi sejarah saya, untuk dapat mengedukasi, menginspirasi dan merekreasikan
pembaca. Semoga!
tes
BalasHapus