Serangkaian "Dosa" Tamu
![]() |
nurdin[.]hol[.]es |
Silaturrahmi adalah hal yang sangat dianjurkan dalam syari'at. Saling sapa, memberi salam dan mengunjungi satu sama lainnya dapat mempererat tali persaudaraan. Tidak hanya hari raya, hari biasa pun juga begitu semestinya. Sebagaimana yang telah diteladankan oleh Rasulullah dan para sahabat, dahulu.
Berbicara tentang silarurrahmi, di kampung, nuansa bertamu dan menjamu tamu bukan lah hal yang jarang. Bahkan hari-hari biasa pun kita lazim dikunjungi. Tidak hanya kerabat jauh bahkan tetangga juga kerap bertandang ke rumah. Mereka datang untuk sekedar duduk-duduk santai sambil berbincang masalah harian, seperti membahas pertumbuhan dan pengairan padi di sawah, atau bahkan tentang menu makanan yang hendak di masak.
Kita sama-sama tahu, bahwa Allah menitipkan seribu berkah dan seribu rahmat pada seorang tamu yang masuk ke rumah kita. Maka hendaklah kita memuliakan tamu. Tapi, tunggu dulu, tamu seperti apa yang datang dengan membawa rahmat dan berkah itu? Apakah layak berkah dan rahmat dipanggul oleh seorang yang datang dengan tujuan bergosip (mengupat, menggibah)? Tentu saja tidak! Saya pribadi, bila tamu datang untuk hal-hal yang tak dibenarkan tersebut, dengan tanpa sungkan akan menegur mereka. Namun dengan cara yang santun, tentunya.
Lanjut kemudian, sebagai tamu, hendaklah memerhatikan adab. Ada hal-hal tertentu yang tak patut dilakukan oleh tamu. Agama ini sangat menjunjung tinggi adab, agar selamat orang lain dari ketidaknyamanan, ulah perkataan dan perbuatan kita. Mulai saat tiba di rumah yang kita datangi, kita sudah terikat dengan norma-norma yang harus kita indahkan. Pertama, sebagaimana anjuran Rasulullah, hendaklah sebelum masuk, tamu mengetuk pintu terlebih dahulu, menunggu hingga tuan rumah mempersilahkan.
Mengetuk pintu pun ada aturannya. Agama hanya membenarkan kita hingga tiga kali saja. Ucapkan salam, bila tidak ada jawaban, ulangi kali kedua, bila tidak ada jawaban juga, ulangi kali ke tiga, dan ternyata juga tidak ada jawaban, maka pulanglah! Kembali lagi esok hari atau lain masa. Seperti itulah semestinya.
Apabila tuan rumah telah mempersilahkan masuk, duduklah pada tempat yang disediakan untuk tamu. Sebab, bisa jadi, ada hal yang tak ingin ditunjukkan kepada kita oleh si tuan rumah, yang ia simpan di tempat lain. Sengaja rumah disekat beberapa ruang; untuk tamu, kamar pribadi, dapur dan kamar mandi. Tentu saja ini indikasi bahwa segala sesuatu ada batasan. Tidak patut kita melalak selayak rumah sendiri. Demikian juga mata tidak dibenarkan jelalatan, pandangan menelisik hingga seluruh lekuk rumah orang kita detili. Itu sangat tidak baik. Tak beradab.
Nikmatilah apa yang dihidang, dengan kadar yang wajar, tidak patut meminta apa yang tak disajikan. Berbicara seperlunya, se-"cablak" apa pun thabia't kita, jangan sampai riuh di rumah orang. Satu hal lagi, jika ingin bertamu hendaklah mengenakan jam tangan. Maksudnya, ingat waktu. Jangan sampai setelah datang tak ingat pulang. Tuan rumah tentu saja tidak akan mengusir, tapi kita bisa membaca keadaan. Sebaik-baik tamu adalah yang tahu diri sedang bertamu. Terkadang tuan rumah berbicara dengan bahasa kiasan, kita harus paham bahwa orang lain juga banyak keperluan. Bisa dengan gerak-geriknya seperti sedang mencemaskan suatu pekerjaan yang belum tuntas, atau kadang seseorang melihat-lihat ke arah jam. Nah, itu isyarah bahwa sudah semestinya kita pulang.
Hendaklah tidak bertamu terlalu pagi dan terlalu senja. Itu adalah waktu sempit, di mana pada saat itu semua orang buru-buru dengan urusan personal. Jangan larut malam dan tengah hari sehingga mengganggu istirahat mereka. Kecuali kalau ada hajatan mendesak yang tidak mungkin kita ulurkan.
Dalam hal adab bertamu ini, saya rasa tak perlu ditanya "Mana dalil sahihnya?" Sebab kita semua manusia yang memiliki perasaan. Tanpa ayat dan hadits pun kita bisa mencerna sendiri apa-apa yang kita tidak senangi dari sikap orang lain, tentunya orang lain tidak menyenangi hal itu bila kita lakukan. Apatah lagi memang telah ada patron dari budi pekerti Rasulullah. Tidak ada alasan untuk tak menjadikannya teladan.
Lalu, apa perlunya saya tulis ini panjang lebar. Jangan berpikir bahwa saya telah merasa tidak nyaman dengan kehadiran seorang tamu di antara kalian. Tidak sama sekali. Serangkaian di atas adalah wasiat Bapak saya (Allahummaghfirlahu warhamhu) yang ditinggalkan untuk kami, anak-anaknya. Bapak sangat kentara mengingatkan kami tentang sopan santun dan tata krama. Beliau tidak suka perempuan penebar gosip, perempuan tidak sadar waktu. Sama halnya seperti Bapak, Abang juga demikian. Tadi, sambil kuseka keringat di keningnya, Abang mengulang nyaris semua pesan-pesan Bapak yang kutulis di atas. Dua laki-laki ini selalu protektif terhadap kami. Tidak ada hari tanpa nasehat. Terima kasih, Abang. Semoga lekas sembuh.
Oia, satu lagi, di Aceh Besar, tetua kami bilang; "Wanita beradab akan selalu disayang Mak Tuwan." Nah, lho! Hehehe
0 Response to "Serangkaian "Dosa" Tamu"
Posting Komentar